23/12/11

Monyet Togean (Macaca Togeanus) : Endemik di Kawasan Taman Nasional Kepulauan Togean yang terancam punah



Indonesia termasuk salah satu negara “Mega Biodeversity” karena memiliki jumlah species yang sangat tinggi di Dunia. Bahkan Indonesia telah mengeluarkan sebuah dokumen Indonesia Biodiversity and Action Plan (IBSAP) yang disusun oleh proses kolaboratif yang cukup lama karena diperlukan pemahaman yang menyeluruh tentang keanekaragaman yang dimiliki. Salah satu keanekaragaman hayati yang dimiliki oleh Indonesia adalah Monyet Togean (Macaca Togeanus) yang hanya terdapat di Pulau Malenge Kecamatan Walea Kepulauan Kabupaten Tojo Una-una Provinsi Sulawesi Tengah yang berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 418/Menhut-II/2004 merupakan kawasan Taman Nasional Kepulauan Togean.

Macaca togeanus atau dalam bahasa lokalnya monyet togean atau monyet fonti merupakan sub spesies dari monyet bonti yang di penyebarannya hanya ditemui di Pulau Malenge secara administratif masuk dalam wilayah Kecamatan Walea Kepulauan Kabupaten Tojo Una-una dengan luas wilayah 12,21 KM2 yang merupakan satu gugusan pulau yang terletak disebelah utara Kawasan Taman Nasional Kepulauan Togean. 

Morfologis Macaca Togeanus
Ciri morfologis monyet togean yaitu bagian kaki dan tangannya berwarna putih, kepala berjambul, pada pipi muka ditumbuhi rambut, warna kulit hitam, rambut yang tumbuh disisi muka berwarna kecokelatan, rambut dibawah leher berwarna abu-abu terang hingga keputihan dengan panjang tubuh antara 502 – 584 mm, panjang ekor 40 – 50 mm serta berat tubuh jantan dan betina hampir sama 10 – 12 Kg. 

Monyet Togean dapat dikenali dari suaranya pada saat menjelajah, individu jantan seringkali mengeluarkan suara lemah dan bergetar (pi…pi…pi…) dan terulang-ulang, bila merasa terancam suara yang dikeluarkan akan lebih keras. 

Hutan yang merupakan habitat alami satwa ini telah mengalami degradasi. Selain karena alih fungsi hutan menjadi areal pertanian penduduk, penebangan liar yang terus marak juga diakibatkan oleh kebakaran besar yang terjadi pada tahun 1998 yang menghabiskan sekitar 50% hutan primer yang merupakan habitat alami monyet togean. Suksesi tegakan setelah 13 tahun hanya menyisakan belukar. Pohon yang merupakan pakan monyet togean seperti Ficus, Eugenia, Pangium edule, Manilkara kauki, Mangifera foetida banyak yang musnah. 

Perubahan habitat yang terjadi juga mempengaruhi pola konsumsi monyet togean dari yang semula hanya mengkonsumsi bunga, buah dan daun di hutan menjadi hama bagi petani kelapa di pulau Malenge karena satwa ini terkadang mengkonsumsi buah kelapa utamanya buah kelapa yang masih muda sehingga masyarakat memburu secara liar. Perburuan dilakukan dengan mengunakan jerat dan racun. Ketika masyarakat memburunya menggunakan racun, tidak lagi efektif karena satwa ini telah resiten dengan racun dalam hubungannya dengan kebiasaan monyet togean sering mengkonsumsi air kelapa sehingga tubuhnya kebal terhadap racun. 

Perkebunan kelapa merupakan habitat ideal bagi monyet Togean, apalagi dengan struktur tajuk yang saling bersentuhan sangat memudahkan monyet Togean untuk melakukan aktivitas pencarian pakannya, dengan habitat alami hutan primer dan sekunder di pulau Malenge yang telah rusak maka tak ada pilihan lain bagi satwa untuk mempertahankan hidup kecuali masuk ke perkebunan milik penduduk. 

Kini monyet togean (macaca togeanus) yang endemik di dunia tersebut dapat dihitung jari keberadaan dihabitat aslinya pulau Malengge, program-program konservasi yang telah dilakukan oleh pihak Taman Nasional Kepulauan Togean misalnya pengawasan dan perlindungan populasi satwa, inventarisasi pakan monyet togean, dan sosialisasi kemasyarakat disekitar habitat aslinya tersebut telah dilakukan. Lagi lagi hal ini tidak akan berpengaruh secara signifikan ketika kesadaran masyarakat itu sendiri yang harus ditingkatkan.




*Tulisan ini telah terpublikasikan*

Tidak ada komentar: